Monday, April 29, 2013

Anak Kita Bukan Superboy/Supergirl

Setiap orang tua pasti sangat mendambakan putra-putrinya kelak akan tumbuh menjadi orang yang berguna bagi keluarga, negara, dan agama. Untuk mencapai harapan tersebut orang tua akan melakukan apa saja demi tercapainya kehidupan anak yang lebih baik di masa depan dibandingkan keadaan (ekonomi dan pendidikan) yang telah dialami orang tua. Demi tercapainya harapan itu para orang tua akan menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah yang paling bagus sesuai dengan kemampuan ekonominya. Saat pembagian raport, biasanya orang tua mendapat kabar, baik secara tertulis di dalam raport atau pemberitahuan secara lisan dari sang wali kelas, bahwa putra/putrinya memiliki potensi di bidang/mata pelajaran tertentu dan memiliki kelemahan di beberapa bidang/mata pelajaran tertentu. Berdasarkan kabar yang diterima tadi dan harapan masa depan anak yang lebih baik, bagi orang tua yang memiliki kemampuan ekonomi biasaya akan menambah proses pembelajaran bagi putra/putrinya di luar jam pembelajaran wajib sekolah, seperti les atau kursus, untuk mendongkrak kelemahan-kelemahan yang diberitakan tersebut. Sebagai contoh orang tua mendapat kabar bahwa putra/putrinya potensial atau nilainya sangat bagus di mata pelajaran bidang Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Kimia, Fisika, dan lain-lain tetapi pas-pasan di mata pelajaran Matematika. Jika Anda di posisi yang seperti ini apa yang akan Anda lakukan?

Kebanyakan orang tua akan segera mendaftarkan putra/putrinya ke suatu lembaga kursus atau les matematika. Memang bukanlah suatu tindakan yang salah mendaftarkan anak ke lembaga pelatihan/kursus untuk mendongkrak kelemahan seorang anak setelah orang tua mengetahui kelemahan putra/putrinya, karena pasti tindakan tersebut didasari atas kekhawatiran masa depan dan rasa cinta orang tua kepada sang anak. Akan tetapi bagi saya sendiri sebagai orang tua, selama nilai matematika anak saya masih di atas batas minimal kelulusan, maka saya tidak akan mendaftarkannya ke lembaga kursus matematika. Justru saya akan menawarkan kepada anak saya mata pelajaran apa yang ingin diperdalam dari mata pelajaran yang nilainya bagus, sebagai contoh mendaftarkan ke kursus bahasa inggris bukannya ke kursus matematika.

Saya akui bahwa saya bukanlah superman dan istri saya bukanlah wonder woman, jadi sangatlah tidak mungkin putra-putri kami adalah superboy dan supergirl di mana hal ini berarti bahwa kami adalah keluarga sempurna yang tidak punya kelemahan dalam bidang apapun. Kita harus mengakui bahwa kita memiliki kemampuan di suatu bidang, bahkan sangat jarang ada orang lain memiliki kemampuan sehebat kita dalam bidang (tertentu) ini... akan tetapi kita juga harus mengakui bahwa kita memiliki kelemahan di bidang lain, bahkan sangat jarang ada orang lain yang benar-benar lemah seperti kita. Begitu pula dengan putra-putri kita, yang tidak akan peernah mungkin bisa hebat di segala bidang.

Di sekolah juga akan menemui kondisi yang tidak jauh berbeda dengan orang tua di atas. Seorang guru, terutama wali kelas, sangat menaruh harapan besar kepada para peserta didiknya agar kelak menjadi orang-orang yang sukses. Seorang peserta didik tidak mungkin sempurna di segala bidang, toh kalaupun memang ada peserta didik yang meraih nilai sempurna di semua nilai mata pelajaran, mungkin itulah kelebihannya/potensinya sedangkan kelemahannya mungkin dalam hal sosialnya seperti kurang bersosialisasi dengan teman sekelas atau perilakunya yang mengarah pada kriminalitas. Dan yang pasti sebagai tenaga pendidik, guru dituntut untuk jeli dalam hal yang yang laten seperti ini, agar masa belajar peserta didik di sekolah tidak tersia-siakan hanya berkutat pada kelemahan peserta didik sedangkan potensinya terabaikan begitu saja.

Intinya, saya pribadi memiliki prinsip bahwa daripada mendongkrak kelemahan, lebih baik menyempurnakan kelebihan seorang anak. Semoga bermanfaat.

No comments: