Saturday, April 6, 2013

Latar Belakang Lahirnya Gerakan Mutu dalam Pendidikan

Mutu
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai sesuatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain, sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.



Kita memang bisa mengetahui mutu ketika kita mengalaminya, tapi kita tetap merasa kesulitan ketika kita mencoba mendeskripsikannya dan menjelaskannya. Dalam kehidupan sehari-hari kita akan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan mutu, terutama jika mutu tersebut sudah menjadi kebiasaan kita. Namun ironisnya, kita hanya bisa menyadari keberadaan mutu tersebut saat mutu tersebut hilang. Suatu hal yang bisa kita yakini adalah mutu merupakan suatu hal yang bisa membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyataan tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan suatu hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, sangatlah jelas bahwa mutu merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang semakin ketat.

Organisasi-organisasi terbaik di dunia, baik milik pemerintah maupun swasta, memahami mutu dan mengetahui rahasianya. Menemukan sumber mutu adalah sebuah petualangan yang penting. Pelaku-pelaku dunia pendidikan menyadari keharusan mereka untuk meraih mutu tersebut dan menyampaikannya kepada pelajar atau peserta didik. Sesungguhnya, ada banyak sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang bagus, guru yang cakap, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas lokal, sumber daya yang melimpah, aplikasi teknologi yang mutahir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pesera didik, kurikulum yang sesuai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Mungkin terkesan sedikit memerintah jika pelaku dunia pendidikan dianjurkan pentingnya berkaca dan melihat dunia bisnis sebagai sebuah titik awal pembicaraan tentang penerapan mutu di dunia pendidikan. IBM, misalnya, menetapkan sebuah definisi: "Mutu sama dengan kepuasan pelanggan". Alex Trotman, wakil presiden eksekutif Ford Motor Company menyampai pesan yang senada: "Kita tahu bahwa pada saat  ini, kita harus benar-benar memuaskan pelanggan". Akan tetapi, langkah awal untuk mencapai mutu tidaklah sesederhana "Dengarkan pelanggan Anda dan beri respon pada mereka maka semua hal yang baik akan tercipta dengan sendirinya".

Organisasi-organisasi yang mengganggap serius pencapaian mutu memahami bahwa sebagian bear rahasia mutu berakar dari mendengar dan merespon secara simpatik terhadap kenutuhan dan keingginan para pelanggan dan klien. Meraih mutu melibatkan keharusan melakukan segala hal dengan baik, dan institusi harus memposisikan pelanggan secara tepat dan proporsional agar mutu bisa dicapai.

Mutu Hanya Sekedar Inisiatif Lain?

Mutu adalah ide yang sudah ada di hadapan kitta. Mutu telah banyak dibicarakan orang. The Citizen's Charter, The Parent's Charter, Investors in People, The European Quality Award, British Standard BS5750, dan International Standard ISO9000 merupakan sebagian contoh penghargaan dan standar mutu yang telah diperkenalkan untuk mempromosikan mutu dan keunggulannya. Kesadaran terhadap mutu telah merambah dunia pendidikan. Pendidikan di Inggris, misalnya, telah lama memiliki mekanisme mutu untuk menguji dan menilai dewan-dewan khusus yang merupakan unsur penting dalam memperoleh mutu. Oleh karena itu, institusi-institusi pendidikan perlu mengembangkan sistem-sistem mutunya agar dapat membuktikan kepada publik bahwa mereka dapat memberikan layanan yang bermutu.

Kita perlu mempertanyakan apakah mutu, jaminan mutu, mutu terpadu atau Total quality Management (TQM) adalah hanya sekedar sebuah inisiatif - sebuah model baru yang didesain untuk menambah beban para guru dan institusi yang kekurangan dana? Inisiatif yang melelahkan telah menjadi faktor penghambat perkembangan sistem pendidikan selama beberapa dekade yang lalu dan masih terus terjadi. Lalu mengapa mutu ditempatkan pada posisi puncak dari inovasi yang harus dilakukan sekolah dan perguruan tinggi? Jika mutu hanya sekedar ide lain yang mudah dihilangkan dan dilupakan, maka para pelaku pendidikan berhak untuk bersikap skeptis.

Mutu, khususnya dalam konteks TQM adalah hal yang berbeda. Mutu bukanlah sekedar inisiatif atau ide lain. Mutu merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. TQM adalah alternatif yang layak diperimbangkan. Dalam dunia Barat, TQM adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan tekanan ekonomi sehingga mereka dapat bersaing lebih baik dengan cepatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Pasifik.

Ada beberapa pihak yang percaya bahwa TQM dapat diaplikasikan dalam pendidikan. Bagaimanapun juga, TQM tidak akan membawa hasil dalam kurun waktu yang singkat. Esensi TQM adalah perubahan budaya (change of culture). Perubahan budaya sebuah institusi adalah sebuah proses yang lambat, dan tidak tergesa-gesa. Dampak-dampak TQM hanya akan dicapai jika semua pelakunya merasa perlu untuk ikut terlibat. Makna sejati dari mutu haruslah mampu menyentuh pikiran dan hati semua pelaku. Dalam dunia pendidikan, hal ini akan terwujud jika semua staf pendidikan merasa yakin bahwa pengembangan mutu akan membawa dampak positif bagi mereka dan para peserta didik.

Sumber:
Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education. Yogyakarta: IRCiSoD

Semoga Bermanfaat.

No comments: