Saturday, April 13, 2013

Pemimpin Pendidikan dalam Konsep Mutu


Pemimpin Pendidikan
Mutu terpadu merupakan sebuah gairah dan pandangan hidup bagi organisasi yang menerapkannya. Pertanyaannya adalah bagaimana membangkitkan keinginan dan hasrat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Peters dan Austin pernah meneliti karakteristik tersebut dalam bukunya A Passion for Excellence. Penelitian tersebut meyakinkan mereka bahwa yang menentukan mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat menghantarkan institusi pada revolusi mutu – sebuah gaya yang mereka singkat dengan MBWA atau Management by Walking About (Manajemen dengan Melaksanakan). Keinginan untuk unggul tidak bisa dikomunikasikan dari balik meja. MBWA menekankan pentingnya kehadirran pemimpin dan pandangan atau pemahaman mereka terhadap karyawan dan proses institusi. Gaya kepemimpinan ini mementingkan komunikasi visi dan nilai-nilai institusi kepada pihak-pihak lain, serta berbaur dengan para staf dan pelanggan.
Peters dan Austin memberi pertimbangan spesifik pada kepemimpinan pendidikan dalam sebuah bab yang berjudul Excellence in School Leadership. Anjuran mereka terhadap pentingnya pemimpin yang unggul dalam mencapai mutu merupakan pertimbangan yang penting. Mereka memandang bahwa pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif berikut ini:
  1. Visi dan simbol-simbol. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada para staf, para pelajar, dan kepada komunitas yang lebih luas.
  2. MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah institusi.
  3. "Untuk Para Pelajar”. Istilah ini sama dengan “Dekat dengan Pelanggan” dalam pendidikan. Ini memastikan bahwa institusi memiliki fokus yang jelas terhadap pelanggan utamanya.
  4. Otonomi, eksperimentasi, dan antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin pendidikan harus melakukan inovasi di antara staf-stafnya dan bersiap-siap mengantisipasi kegagalan yang membayang-bayangi inovasi tersebut.
  5. Menciptakan rasa “Kekeluargaan”. Pemimpin harus menciptakan rasa kekeluargaan di antara para pelajar, orang tua, guru, dan staf institusi.
  6. “Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas, dan antusiasme”. Sifat-sifat tersebut merupakan mutu personal esensial yang dibutuhkan pemimpin lembaga pendidikan.
Signifikansi kepemimpinan untuk melakukan transformasi total quality management (TQM) tidak boleh diremehkan. Tanpa kepemimpinan, pada semua level institusi, proses peningkatan tidak dapat dilakukan dan diwujudkan. Komitmen terhadap mutu harus menjadi peran utama bagi seorang pemimpin, karena TQM adalah proses atas-ke-bawah (top-down). Selama ini, telah diperkirakan bahwa 80% inisiatif mutu gagal dalam masa dua tahun awal. Alasan utama kegagalan tersebut adalah bahwa manajer senior kurang mendukung proses dan kurang memiliki komitmen untuk inisiatif tersebut. Biasanya, masalah peningkatan mutu ini merupakan hal yang amat sangat berat dilakukan manajer senior, karena mereka beranggapan bahwa pelimpahan tanggung jawab kepada para bawahan akan ikut mempengaruhi wibawa mereka. Itulah sebabnya mengapa kepemimpinan yang kuat dan jauh ke depan diperlukan dalam kesuksesan peningkatan mutu.

Biasanya, pemimpin organisasi non-TQM menghabiskan 30% waktu untuk menghadapi kegagalan sistem, komplain, dan penyelesaian masalah. Sementara itu, manajer yang mengaplikasikan TQM tidak memiliki pemborosan waktu yang demikian sehingga mereka bisa mengalihkan 30% waktu tersebut untuk memimpin, merencanakan masa depan, mengembangkan ide-ide baru, dan bekerja secara familier dengan para pelanggan.

Mengkomunikasikan Visi

Manajer senior harus memberi arahan, visi, dan inspirasi. Dalam organisasi-organisasi TQM, seluruh manajer harus menjadi pemimpin dan pejuang proses mutu. Mereka harus mengkomunikasikan visi dan menurunkannya ke seluruh orang dalam institusi. Beberapa manajer, terutama para manajer menengah, mungkin akan beranggapan bahwa mutu terpadu sulit untuk diterima dan diimplementasikan. TQM mencakup perubahan dalam pola pikir manajemen serta perubahan peran. Peran tersebut berubah dari mentalitas “Saya adalah Bos” menuju mental bahwa manajer adalah pendukung dan pemimpin para staf. Fungsi pemimpin adalah mempertinggi mutu dan mendukung para staf yang menjalankan roda mutu tersebut. Gagasan-gagasan tradisionla tidak akan bisa berjalan berbarengan dengan pendekatan mutu terpadu. Karena TQM akan mengubah institusi tradisional mulai dari pimpinan hingga para staf serta memutar-balikkan hirarki fungsi institusi tersebut. TQM memberdayakan para guru dan memberikan mereka kesempatan yang luas untuk berinisiatif. Oleh karena alasan itulah sering kali dikatakan bahwa institusi TQM hanya membutuhkan manajemen yang sederhana dengan kepemimpinan yang unggul.

Peran Pemimpin dalam Mengembangkan Budaya Mutu

Adakah peran pemimpin dalam sebuah institusi yang mengusahakan inisiatif mutu terpadu? Tidak ada satupun yang menyatakan hal tersebut secara keseluruhan, namun fungsi utama pemimpin adalah sebagai berikut:
  1. Memiliki visi mutu terpadu bagi institusi.
  2. Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu.
  3. Mengkomunikasikan pesan mutu.
  4. Memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi.
  5. Mengarahkan perkembangan karyawan.
  6. Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa bukti-bukti yang nyata. Kebanyakan persoalan yang muncul adalah hasil dari kebijakan institusi dan bukan kesalahan staf.
  7. Memimpin inovasi dalam institusi.
  8. Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggung jawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat.
  9. Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun kultural.
  10. Membangun tim yang efektif.
  11. Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan.
Memberdayakan Para Guru

Aspek penting dari peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan proses pembelajaran para pelajar. Stanley Spanbauer, ketua Fox Valley Technical College, yang telah memperkenalkan TQM ke dalam pendidikan kejuruan di Amerika Serikat berpendapat bahwa:

Dalam pendekatan berbasis mutu, kepemimpinan di sekolah bergantung pada pemberdayaan para guru dan staf lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Para guru diberi wewenang untuk mengambil keputusan, sehingga mereka memiliki tanggung jawab yang besar. Mereka diberi keleluasaan dan otonomi untuk bertindak.

Spanbauer kembali menekankan pentingnya kepemimpinan dengan pendapatnya sebagai berikut:

Komitmen jauh lebih penting daripada sekedar menyampaikan pidato tahunan tentang betapa pentingnya mutu dalam sekolah. Komitmen memerlukan antusiasme dan curahan perhatian yang tiada henti terhadap pemberdayaan mutu. Komitmen selalu menghendaki kemajuan dengan metode dan cara yang baru. Komitmen memerlukan tinjauan ulang yang konstan terhadap setiap tindakan.

Spanbauer telah menyampaikan pengarahan bagi para pemimpin dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang baru. Dia berpendapat bahwa pemimpin institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain dalam mengembangkan karakteristik yang serupa. Sikap tersebut mendorong terciptanya tanggung jawab bersama-sama serta sebuah gaya kepemimpinan yang melahirkan lingkungan kerja yang interaktif. Dia menggambarkan sebuah gaya kepemimpinan di mana pemimpin “Harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan serta-merta”. Pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam memandu guru dan para administrator untuk bekerjasama dalam sebuah tim.

Pada dasarnya, arahan Spanbauer tersebut sangat berkaitan dengan pentingnya kepemimpinan bagi pemberdayaan. Dalam kesimpulan arahan tersebut para pemimpin harus:
  1. Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam aktifitas penyelesaian masalah, dengan menggunakan metode ilmiah dasar, prinsip-prinsip mutu statistik, dan kontrol proses.
  2. Memilih dan meminta pendapat para guru dan staf tentang berbagai hal dan tentang bagaimana cara mereka menjalankan proyek dan tidak sekedar menyampaikan bagaimana seharusnya mereka bersikap.
  3. Menyampaikan sebanyak mungkin informasi manajemen untuk membantu pengembangan dan peningkatan komitmen mereka.
  4. Menanyakan pendapat para guru dan staf tentang sistem dan prosedur mana saja yang menghalangi mereka dalam menyampaikan dan menjalankan mutu kepada para pelanggan eksternal dan internal).
  5. Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu para guru tidak sesuai dengan pendekatan manajemen atas-ke-bawah (top-down).
  6. Memindahkan tanggung jawab dan kontrol pengembangan tenaga profesional langsung kepada para guru dan pekerja teknis.
  7. Mengimplementasikan komunikasi yang sistematis dan kontinyu di antara setiap orang yang terlibat dalam sekolah.
  8. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta negosiasi dalam rangka menyelesaikan konflik.
  9. Memiliki sikap membantu tanpa harus mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rasa rendah diri.
  10. Menyediakan materi pembelajaran konsep mutu seperti membangun tim, manajemen proses, layanan pelanggan, komunikasi, serta kepemimpinan.
  11. Memberikan teladan yang baik dengan cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan menggunakan waktu untuk melihat-lihat situasi dan kondisi institusi dengan mendengarkan keinginan para guru dan staf serta pelanggan lainnya.
  12. Belajar untuk berperan sebagai pelatih dan bukan sebagai bos.
  13. Memberikan otonomi dan berani mengambil resiko.
  14. Memberikan perhatian yang berimbang dalam menyediakan mutu bagi para pelangggan eksternal dan internal.
Sumber:
Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education. Yogyakarta: IRCiSoD

Semoga Bermanfaat.

No comments: