Thursday, May 2, 2013

Pengelolaan Sekolah Kejuruan yang Seharusnya



Sistem pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Indonesia mengadopsi dari sistem pendidikan kejuruan Jerman yang terkenal dengan sebutan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) atau Dual System. Pengadopsian inilah yang juga ikut berperan dalam lahirnya kurikulum 2004 yang sangat menekankan pada pencapaian kompetensi oleh para peserta didik. Dengan menganut sistem ganda ini, SMK melaksanakan kerjasama dengan pihak industri dalam rangkaian proses pembelajaran yang akan dilalui peserta didik. Walaupun tahun 2006 kurikulum (termasuk SMK) berganti menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap saja ruh kurikulum 2004 (yang berkaitan dengan kompetensi dan kerjasama antara sekolah dengan industri) tetap sangat terasa. Dan penulis kira, kurikulum 2013 yang direncanakan segera diterapkan di sistem pendidikan Indonesia, kemungkinan tidak akan banyak perubahan dengan “kultur” pendidikan kejuruan yang sedang terlaksana sekarang (KTSP). --- Beberapa alasan yang melatarbelakangi prediksi penulis perihal kurikulum 2013 untuk SMK tidak penulis bahas dalam tulisan ini ---
Tulisan ini akan membahas beberapa hal mengenai pengelolaan sekolah kejuruan di Jerman, yang merupakan “induk” sistem pendidikan kejuruan Indonesia, yang kemudian dapat kita jadikan gambaran tentang pengelolaan sekolah kejuruan yang “seharusnya”.

Guru kejuruan (di SMK disebut dengan guru produktif) merupakan “ujung tombak” sekolah dan yang menjadi pembeda utama dengan SMA. Di Jerman, guru kejuruan harus mampu bekerja dalam kerangka PSG, yang artinya, selain mengajar, guru kejuruan juga bertugas menjalin kerjasama yang benar-benar erat dan menjaga hubungannya dengan industri pasangan (bagian HRD-nya). Hal ini dikarenakan antara sekolah kejuruan dengan industri saling membagi tanggung jawab dalam pendidikan dan pelatihan peserta didik, di mana sekolah kejuruan justru berperan sebagai “junior partner” dalam skema PSG ini. Bahkan, penilaian terhadap peserta didik di tahap akhir pendidikannya berada di tangan kalangan industri (industri atau asosiasi tertentu sesuai bidang kejuruan peserta didik). Maka dari itu, “performa” peserta didik di sekolah tidak banyak berpengaruh, dan guru kejuruan lebih banyak berperan pada pemberian kompetensi profesi dasar, kompetensi pribadi/soft skill (personal competence) dan menjaga motivasi belajar.

Pendidikan kejuruan yang mengacu pada industri (PSG) memang mengharuskan pembelajaran benar-benar terjadi atau dilaksanakan di industri. Sebutan “PSG” atau dual system bukanlah tanpa alasan, hal ini karena memang proses pendidikan dan pelatihan sekolah kejuruan dengan sistem ini (terutama bagi skilled workers) menggunakan perbandingan sebesar 70% pembelajaran di industri dan 30% pembelajaran di sekolah kejuruan. Dari perbandingan tersebut kita dapat melihat bahwa peserta didik benar-benar dilatih di tempat yang seharusnya, di mana sekolah kejuruan berperan dalam pemberian teori dan pengetahuan dasar. Dengan demikian proses pembelajaran ini merupakan refleksi dari pengalaman belajar di tempat kerja bagi peserta didik.

Bagi industri besar, biasanya proses pembelajaran dilakukan di unit/departemen yang terpisah dengan proses produksi industri, sedangkan bagi industri yang tergolong kecil biasanya menggabungkan diri dengan industri kecil lainnya yang kemudian bersama-sama memberikan pembelajaran kepada peserta didik sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan di tempat yang telah disediakan dengan sebutan intercompany VET centres. Pembelajaran di industri ini tetap menggunakan pengawas dari pekerja ahli yang telah dibekali pendidikan mengajar (pedagogic).

Kerangka kurikulum pendidikan kejuruan Jerman dibuat dan dikembangkan secara bersama-sama oleh 16 wilayah (federal state) dengan mempertimbangkan segala kebutuhan dan permasalahan pendidikan di tiap wilayahnya. Maka dari itu, kerangka kurikulum dapat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain. walaupun demikian, untuk menjaga keseimbangan kualitas lulusan sebagai sumber daya manusia di Jerman serta untuk kepentingan ekonomi negara, pemerintah (melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) mengkoordinasikan semua wilayah dalam suatu konferensi. 

Itulah beberapa hal yang dilakukan Jerman dalam mengelola sekolah kejuruan mereka, semoga negara kita segera mendapat sistem pendidikan kejuruan yang ideal bagi Indonesia dengan segala potensi dan karakter yang dimiliki. Semoga bermanfaat.

No comments: