Pertengahan tahun 2014 saya berkesempatan pergi ke Adelaide Australia
Selatan dalam rangka melakukan studi banding ke beberapa sekolah
kejuruan di sana melalui program Continuous Professional Development
(CPD) yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat. Keberadaan
saya di Adelaide tergolong singkat, sekitar tiga minggu, namun banyak
hal yang membuat saya tertarik dan mungkin bisa saya jadikan referensi
di kehidupan saya di Indonesia. Anda juga bisa membaca catatan-catatan
menarik perihal sekolah yang saya kunjungi pada postingan yang lain.
Pada postingan ini saya ingin menceritakan hal-hal yang bagi saya cukup
unik dan menarik selama tinggal di sana perihal kehidupan sehari-hari,
tetapi saya tidak akan menceritakan sesuatu yang sudah banyak diungkap
orang lain (setidaknya sudah sering saya dengar), seperti budaya antri,
suasana kota yang bersih, insfrastuktur yang megah dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa catatannya:
1. Tempat Sampah Umum
Anda
tidak akan merasa aneh jika saya menyebut bahwa di Adelaide tersedia
tempat sampah di tempat-tempat umum karena fasilitas inipun sangat mudah
kita jumpai di kota kita sepanjang trotoar. Namun, saya merasa cukup
tertarik bukan dari sisi ketersediaannya tempat sampah di tempat umum,
melainkan dari sisi fisik tepat sampahnya. Tempat sampah umum yang
sering saya jumpai di Indonesia terbuat dari plastik yang mudah rusak
dan hanya bertahan beberapa bulan, atau bisa juga dicuri oleh pemulung.
Bahkan ada tempat sampah umum yang terbuat dari kantok plastik (kresek) yang tentu saja sangat mudah sobek saat sampah tertentu dimasukkan.
Saya
mendapati bahwa tempat sampah di Adelaide juga terbuat dari plastik
yang berbentuk seperti ember persegi besar, tetapi dilindungi oleh
kurungan besi yang tidak bisa dipindah-pindah (dibaut ke trotoar) dan
dikunci. Bagian atasnya malah terbuat dari logam anti karat sehingga
mudah dibersihkan oleh petugas kebersihan (dilap). Saya merasa bahwa
dengan bentuk seperti ini tempat sampah tadi benar-benar disiapkan untuk
pemakaian umum, artinya tidak mudah dirusak alapagi dicuri oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Walaupun Australia dikenal
sebagai negara yang low crime (tingkat kejahatan yang rendah), pemerintahnya tetap sangat memperhatikan faktor "keamanan" untuk fasilitas umum.
2. Larangan Merokok
Adanya
larangan merokok bukanlah sesuatu yang aneh karena di kota sayapun
larangan ini banyak di terapkan di tempat-tempat tertentu, akan tetapi
saya diberitahu bahwa larangan merokok ini berlaku di semua gedung di
Adelaide termasuk di dalam rumah sendiri. Jadi, para smokers
hanya diperbolehkan merokok di tempat terbuka, itupun dengan
memperhatikan lokasi Anda karena ada sebuah lingkungan, seperti area
perumahan (komplek), yang melarang siapapun mekokok. Larangan seperti
ini bagi saya cukup menarik dan memunculkan berbagai pertanyaan, akan
tetapi saya tidak serta merta melontarkan perntanyaan-pertanyaan yang
ada di benak saya karena saya adalah seseorang yang sedang datang
bertamu dan harus mengikuti dan menjunjung tinggi aturan yang berlaku
(selama tidak bertentangan dengan keyakinan saya).
3. Asbak Umum
Mungkin
asbak umum ini merupakan "jawaban" dari diberlakukannya larangan
merokok di gedung-gedung Adelaide. Saya menarik kesimpulan bahwa saat
pemerintah Adelaide memberlakukan sebuah larangan atau anjuran kepada
warganya, maka pemerintah telah menyiapkan terlebih dahulu fasilitas
lain dengan baik agar warga tetap merasa nyaman dan tidak terlalu
terusik dengan aturan baru, dan asbak umum inilah salah satu contohnya.
Asbak umum ini tersedia di beberapa tempat umum yang ramai dan terkadang
tergantung di sisi tempat sampah umum atau tiang lampu penerangan di
depan sebuah gedung. Contoh lain sebagai perbandingan, saya sangat heran
dan sedih saat mendengar bahwa banyak pihak di kota saya yang
menggembor-gemborkan untuk membuang sampah pada tempatnya tetapi
sarananya (tempat sampah) sangat sulit ditemui atau berjarak cukup jauh
dari tempat ramai.
4. Menyebrang Jalan
Saya sering
mendengar orang yang menyatakan bahwa pejalan kaki (penyebrang jalan) di
luar negeri lebih dihormati oleh pengendara, sedangkan di Indonesia
pejalan kaki tidak dihormati pengendara. Pernyataan tersebut ada
benarnya, tetapi perlu "diluruskan" sedikit. Berdasarkan pengalaman saya
di Adelaide, para pengendara memang menghormati dan tidak menggangu
penyebrang jalan, tetapi perlu diingat bahwahal ini terjadi ketika
pejalan kaki menyebrang saat lampu merah menyala (semua kendaraan
berhenti) dan/atau penyebrang jalan melintas di tempat penyebrangan
jalan (zebra-cross). Dengan kata lain, antara pejalan kaki dan
pengendara sama-sama tahu dan sadar posisi dan hak mereka di jalan raya.
Saat ada pejalan kaki yang menyebrang sembarangan, sayapun melihat ada
pengendara yang marah kepada penyebrang jalan tadi.
5. Klakson Kendaraan
Saya
berjalan-jalan di sepanjang jalan utama di pusat kota Adelaide yang
cukup ramai, apalagi di jam sibuk, saya menyadari bahwa ternyata suara
klakson kendaraan sangat jarang terdengar. Selama keberadaan saya di
kota ini, saya hanya mendengar empat kali suara klakson mobil di hari
yang berbeda-beda, itupun satu di antaranya digunakan untuk memanggil
seseorang dari dalam rumah oleh pengendara, bukan digunakan untuk
memperi peringatan kepada kendaraan lain. Bahkan salah satu rekan saya
berkata bahwa dia hanya pernah mendengar satu kali saja selama di
Adelaide. Hal ini mengindikasikan bahwa para pengguna jalan telah
memahami dan mengikuti aturan berlalu lintas dengan baik.
6. Bertamu
Privasi
merupakan hal yang cukup sensitif di kota Australia Selatan ini. Kita
bisa saja langsung pergi mengunjungi tempat tinggal teman kita apalagi
ke tetangga, tetapi tidak demikian di Adelaide. Saat seseorang hendak
mengunjungi rumah teman (walaupun tetangga dekat) kita harus memastikan
bahwa mereka bersedia menerima kita pada hari dan jam yang ditentukan
melalui telepon, terkecuali jika kita diundang datang oleh teman kita.
Jika kita ddatang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan tuan rumah
merasa terganggu, ada kemungkinan mereka menelepon polisi untuk mengusir
kita. Polisi juga bisa mendatangi rumah yang membuat kegaduhan untuk
memberi peringatan atas permintaan tetangga yang merasa terganggu oleh
kegaduhan tersebut.
7. Bagaikan Kota Mati
Selama tinggal
di Adelaide saya menginap di salah satu rumah yang relatif dekat ke
pusat kota bersama dengan pemilik rumah. Uniknya, saat malam tiba, semua
lampu rumah yang tidak digunakan dipadamkan, apalagi menjelang tidur.
Saya amati, kebiasaan ini juga dilakukan oleh rumah-rumah lain. Hanya
sebagian kecil rumah yang tetap menyalakan lampu teras menyala, itupun
dengan watt yang kecil, karena sebagain besar lampu teras rumah
menggunakan sensor gerak di mana lampu teras rumah akan menyala saat
ada gerakan (benda besar) di teras. Lampu-lampu penerangan umum menjadi
penerangan utama di malam hari, sedangkan di pusat kota penerangannya
ditambah dengan lampu-lampu taman. Saat saya berada di depan rumah dan
melihat ke sekeliling di malam hari, saya merasa seperti sedang berada
di kota mati.
Pemadaman lampu yang tidak biasa saya rasakan di
atas merupakan bentuk penghematan energi yang konon menurut pemilik
rumah biaya listrik sangat mahal, bahkan saya pernah ditegur saat saya
tidur dengan lampu kamar tetap menyala. Mahalnya biaya yang harus
ditanggung juga berlaku untuk sumber energi lain seperti gas (untuk
masak dan penghangat ruangan), air keran (untuk mandi, mencuci, dan bisa
langsung diminum), dan bahan bakar kendaraan. Pelajaran posistif yang
bisa saya ambil adalah saya harus menggunakan energi sebijaksana
mungkin.
Demikianlah beberapa pengalaman yang menurut saya unik selama tinggal di Adelaide, semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment